Ketimbang Ngemis

Ketimbang Ngemis

11:39:00 Unknown 2 Comments




 Suatu senja, dalam obrolan ringan bersama suami.

“Makin kesini ko rasanya pengemis atau pengamen makin banyak ya... berasa kan ?” suami hanya mengangguk.


Terlepas dari “mengamen untuk menyalurkan jiwa seni”, saya rasakan sendiri kemunculan pengamen dan pengemis di kota besar semakin meningkat. Biasanya selama makan satu piring-yang datang satu pengamen, sekarang yang datang jadi 3 pengamen dan satu pengemis.
Garis kemiskinan di Indonesia bila dilihat secara kasat mata memang terlihat terus merangkak naik. Namun fakta di lapangan berdasarkan abstraksi riset  Badan Pusat Statistik, pada bulan September 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,51 juta orang (11,13 persen), berkurang sebesar 0,08 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 28,59 juta orang (11,22 persen). Sementara persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar 8,29 persen, turun menjadi 8,22 persen pada September 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 14,21 persen pada Maret 2015 menjadi 14,09 persen pada September 2015.

Ya, walaupun hanya 0,0 sekian persen, kenyataannya tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia itu turun. Yang salah siapa ? riset ? atau sebenarnya pengemis dan pengamen ini tidak  termasuk dalam kelompok penduduk miskin ?

Untuk mengukur kemiskinan, BPS sendiri menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Entahlah, semoga mengemis bukan bagian dari hobi yang mendarah daging.

Obrolan berlanjut 

"Di Jakarta, kalau mau bantu orang itu mudah ya, tinggal beli aja dagangannya, biar usahanya hidup. Tapi sebenarnya juga sulit, harus sekaya apa kita ? semua ingin kita beli, semua ingin kita bantu."

MEMBELI = MEMBANTU ??
Begini... 

Sejak kecil, entah mengapa mudah sekali perasaan ini tersayat jika melihat lansia atau anak kecil sedang berjualan. Rasanya hati ini langsung rapuh, lebih rapuh daripada mergokin pacar selingkuh *eh. Saat SD dulu, hampir setiap hari saya bergantian membeli tahu gejrot dan gulali. Hari senin tahu gejrot, selasanya beli gulali, begitu terus selama seminggu. Mengapa? karena saat itu uang jajan saya hanya Rp. 500 dan harga jajanan tersebut kebetulan satu bungkusnya memang Rp. 500.

Penjual tahu gejrot adalah seorang lelaki tua renta dari indramayu yang hidup hanya berdua dengan istrinya di Subang. Istrinya sakit-sakitan hingga hanya bisa terlentang di kasur setiap hari. Setiap hari keuntungan yang didapat bahkan hanya cukup untuk makan sekali, itupun dibagi setengah dengan isterinya. Malah terkadang ia habiskan tahu dagangan untuk memenuhi perutnya yang lapar. Sedih, ketika tahunya terasa sedikit asam dimulut, oh mungkin ini tahu kemarin yang belum laku.

Sedangkan si penjual gulali adalah kakek tua yang ramah, yang selalu mengucapkan "alhamdulillah" dengan gemetar ketika ada pembeli yang mendekat. Kasian kakek gulali ini, mesin sederhana yang ia pergunakan sering rusak, kondisinya sudah karatan dan kadang mati mendadak. Itu yang menyebabkan ia jarang pulang membawa untung. 

Jajanannya memang tidak terlalu sehat untuk dikonsumsi terus menerus, maka terkadang saya dan teman-teman bergantian membelinya. Mamah atau Bapak juga gak marah ko ketika uang jajan selalu habis, karena niat saya adalah untuk membantu agar dagangannya laku, minimal terbeli oleh saya atau sekedar mengurangi beban tanggungan yang ia pikul ketika pulang ke rumah. Lebih dari itu, mereka tidak mengemis, mereka berikhtiar untuk makan minum sehari-hari dari keringat mereka sendiri. Tentu lebih barokah dan lebih tinggi derajatnya di mata Allah, dibanding dengan mengemis.

Bersumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengemis berasal dari kata “emis”
emis, mengemis/meng·e·mis/ v 1 meminta-minta sedekah: sebagai orang gelandangan dia hidup dari ~; 2 ki meminta dengan merendah- rendah dan dengan penuh harapan: jangan suka ~ cinta, akibatnya tidak baik;

Memang banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengemis, diantaranya karena ketidakberdayaan, kesulitan ekonomi, terkena musibah dan lain hal yang tak terduga. Namun banyak juga oknum pengemis yang sebenarnya kaya raya di kampung, namun sengaja datang ke kota besar untuk mengemis – untuk melunasi mobil atau motor yang dibelinya. Ini contohnya, bisa di klik aja buat dibaca :

Islam sendiri menerangkan dalam hadist - Muttafaqun ‘alaihi. HR al-Bukhâri (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)).

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ.
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya”
Naudzubillahimindzalik, semoga kita termasuk orang-orang yang selalu bersyukur.

Nah, sementara semakin banyak orang yang mengemis, tentu kita harus mengapresiasi orang-orang yang menolak untuk mengemis (walau dalam keadaan yang sangat sulit). Baru-baru ini (saya yang telat tau) saya menemukan sebuah gerakan yang menurut saya sejalur dengan apa yang ingin saya lakukan. Saya menemukan “KetimbangNgemis” di instagram. Dimana mereka mengkampanyekan untuk membeli barang-barang yang dijual oleh orang-orang mulia (lansia / difabel / anak kecil / orang yang terlihat mengkhawatirkan).




Selain itu, mereka membuka kesempatan untuk siapa saja yang ingin berdonasi dalam bentuk uang atau pakaian layak pakai, juga mengajak kita untuk bergabung menjadi volunteer yang akan menjadi penyalur amanah - menyampaikan donasi-donasi yang terkumpul.


Jika tertarik untuk membantu, bisa langsung cek instagramnya :
dan gerakan ini sesungguhnya sudah merata di wilayah indonesia, jadi jika mencari KetimbangNgemisJakarta, maka tinggal tambahkan nama kotanya saja, contoh https://www.instagram.com/ketimbang.ngemis.jakarta/ di sana terdapat info lengkap tentang bagaimana menjadi volunteer atau berdonasi.

Teman-teman, bagi kalian yang memiliki kelebihan tenaga untuk bekerja, bekerjalah.
Jika kalian memiliki kelebihan materi, berbagilah.
Jika bertemu dengan sosok-sosok mulia, belilah dagangannya.

Lihat, betapa mulia sosok inspirasi di atas. Dalam keadaan sesulit apapun, mereka tetap berjuang menjajakan dagangan sederhana yang dimiliki. 
Tak punya dagangan? masih bisa memulung. Tak punya tenaga, beritahu negaramu, negara seharusnya mengurusmu...Ketimbang Ngemis.
Karena mengemis bukan pilihan satu-satunya.


Salam, 
Indah Riadiani

You Might Also Like

2 comments:

  1. Jujur, saya lebih respek sama mereka-mereka yang berdagang, bersusah payah keliling berpanasan di bawah terik matahari, atau mungkin harus menembus dinginnya angin malam. Mereka ini lebih mulia dibanding pengemis. Karena kalo saya lihat, pengemis itu kayak jadi profesi, sementara penghasilan mereka mungkin saja lebih besar. Kan kita juga sering lihat di TV ada namanya kampung pengemis yang rumahnya besar-besar dan bagus.... ckckckck.

    ReplyDelete
  2. Saya juga salut mba, punya niat baik untuk membeli dagangan mereka dengan tujuan mulia... SEmoga menjadi berkah ya mba... Aamiin

    ReplyDelete