Little thing called tolerance
Selintas namanya begitu islamis, namun bukan berarti semua penghuninya beragama islam, satu dari kami berempat belas ada yang beragama nasrani. Dan kami menjalani hidup normal layaknya keluarga besar di satu rumah yang sederhana, hangat dan ceria.
Hidup di bawah satu atap bersama orang-orang berbeda suku adalah pengalaman paling spesial dalam hidup. Apalagi karakter yangdibangun dari masing-masing keluarga pun sangat berbeda, otomatis kebiasaan kami ketika bersama pun beragam. Ya, kami berbeda sejak lahir, namun ditakdirkan untuk hidup bersama selama kami menempuh jenjang pendidikan di Universitas Paramadina. Fidia, Juli, Zahra, Dilla, Dety, Intan, Septi, Fitri, Asri, Amy, Aniq, Nida dan Winner.
Ya, nama yang disebutkan terakhir tadi, seorang pemenang, satu-satunya keluarga kami yang beragama nasrani. Bagi kami, dia adalah seorang pemenang, pemenang hati yang mampu meluluhkan segala resah disela perbedaan. Siapa bilang berbeda keyakinan harus berperang ? Siapa bilang perbedaan itu tak indah ? buktinya, pelangi yang terdiri dari beragam warna saja rupanya begitu menawan. Tinggal merujuk pada sudut pandang saja masing-masing saja, jika kita menilai itu buruk, maka buruklah. Namun jika kita bubuhkan satu bumbu saja di atasnya, maka damailah. Satu kata yang menyulap perbedaan menjadi sangat menyenangkan, toleransi.
Kami sudah hidup bersama hampir dua tahun, saling berbagi, saling mengasihi dan menjaga satu sama lain. Merayakan idul adha bersama dan menghangatkan malam natal di bawah langit yang juga sama..
suka cita menemani natalnya winner
Kami tetap bersama walaupun berbeda iman
Betapa menyenangkannya menjadi kami. Berbagi kebahagiaan tanpa harus menonjolkan perbedaan, apali mempermasalahkannya.
Kami jengah dengan peperangan, permusuhan, perpecahan. Bukankah kita sudah diajarkan untuk bertoleransi sejak kita kecil.. lalu mengapa semakin banyak orang yang membiaskan arti toleransi itu sendiri.
0 komentar: